Kata Bijak



Takut akan kegagalan seharusnya tidak menjadi alasan untuk tidak mencoba sesuatu. Kepemimpinan adalah Anda sendiri dan apa yang Anda lakukan, Frederick Smith, Pendiri Federal Express

Kejujuran adalah batu penjuru dari segala kesuksesan, Pengakuan adalah motivasi terkuat. Bahkan kritik dapat membangun rasa percaya diri saat "disisipkan" diantara pujian. May Kay Ash, Pendiri Kosmetik Mary Kay

Jika Anda dapat memimpikannya, Anda dapat melakukannnya. Ingatlah, semua ini diawali dengan seekor tikus, Tanpa inspirasi.... kita akan binasa. Walt Disney, Pendiri Walt Disney Corporation

Sumber kekuatan baru bukanlah uang yang berada dalam genggaman tangan beberapa orang, namun informasi di tangan orang banyak.John Naisbitt,Pemimpin Umum Naisbitt Group

Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan. Thomas A. Edison, Penemu dan Pendiri Edison Electric Light Company

Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka. Alexander Graham Bell, Penemu dan Mantan Presiden National Geographic Society

Jangan biarkan jati diri menyatu dengan pekerjaan Anda.Jika pekerjaan Anda lenyap, jati diri Anda tidak akan pernah hilang. Gordon Van Sauter, Mantan Presiden CBS News

Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Anda di lima tahun mendatang, kecuali dua hal : orang-orang di sekeliling Anda dan buku-buku yang Anda baca. Charles "Tremendeous" Jones, Presiden Life Management Services, Inc.

Kebahagiaan biasanya merupakan hasil dari sebuah pengorbanan. Sebelum tidur, bertanyalah, kebaikan apa yang sudah kulakukan hari ini ?
http://www.gsn-soeki.com/wouw/

Jumat, 20 Maret 2009

Macam Macam Riba

Macam-macam Riba antara Lain :
1. Riba Fadl
2. Riba Nasi-ah
2. Riba Jahiliyah



Riba Fadl (1)
Riba *fadl* disebut juga riba *buyu* yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi criteria kualitasnya, sama kualitasnya, dan sama penyerahannya. Pertukaran semisal ini mengandung gharar yaitu ketidakjelasan bagi kedua pihak akan
nilai masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan tindakan dzalim bagi masing-masing pihak.
Ketika kaum Yahudi kalah dalam perang Khaibar, maka harta mereka diambil sebagai rampasan perang (*ghanimah*), termasuk di antaranya adalah perhiasan yang terbuat dari emas dan perak. Tentu saja perhiasan itu bukan gaya hidup kaum muslimin. Oleh karena itu, Yahudi berusaha membeli perhiasannya yang terbuat dari emas dan perak tersebut yang akan dibayar dengan uang yang terbuat dari emas (dinar) dan uang yang terbuat dari perak (dirham). Jadi yang terjadi bukan jual beli, tetapi pertukaran barang yang sejenis. Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak.
Perhiasan perak dengan berat setara dengan 40 dirham (satu *uqiya*h) dijual kaum Muslimin kepada kaum Yahudi dua atau tiga dirham, padahal nilai perhiasan perak seberat satu *uqiy*ah jauh lebih tinggi dari sekedar 2-3 dirham. Jadi muncul ketidakjelasan (gharar) akan nnilai perhiasan perak dan nilai uang perak (dirham).
" Dari Abu Said al-Khudri ra, Rasulullah SAW bersabda : Transaksi pertukaran emas dengan emas harus sama takaran, timbangan
dan tangan ke tangan (tunai), kelebihannya adalah riba, perak dengan perak harus sama takaran dan timbangan dan tangan ke tangan (tunai), kelebihannya adalah riba, gandum dengan gandum harus sama takaran, timbangan dan tangan ke tangan (tunai), kelabihannya adalah riba, korma dengan korma harus sama takaran, timbangan dan tangan ke tangan (tunai), kelebihannya adalah riba, garam dengan garam harus sama takaran, timbangan dan tangan ke tangan (tunai) kelebihannya adalah riba."(Riwayat Muslim)
Di luar keenam jenis barang ini dibolehkan asalkan dilakukan penyerahannya pada saat yang sama. Rasulullah SAW bersabda:
"Jangan kamu bertransaksi satu dinar dengan dua dinar, satu dirham dengan dua dirham; satu *sha* dengan dua *sha* karena aku khawatir
akan terjadi riba (al rama). Seorang bertanya; wahai Rasul: bagaimana jika seseorang menjual seekor kuda dengan beberapa ekor kuda dan seekor unta dengan beberapa ekor unta? Jawab Nabi SAW: "Tidak mengapa, asal dilakukan dengan tangan ke tangan (langsung)." (HR.Ahmad dan Thabrani)
Dalam perbankan konvensional, riba fadl dapat ditemui dalam transaksi jual beli valuta asing yang tidak dilakukan dengan cara tunai atau spot.

Riba Nasi-ah (2)
Riba nasi-ah juga disebut juga riba *duyun*, yaitu riba yang timbul akibat hutang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul
bersama resiko (*al ghunmu bil ghurmi*) dan hasil usaha muncul bersama biaya (*al kharaj bi dhaman*). Riba nasi-ah ditemui pada bunga kredit, bunga deposito, bunga tabungan dan bunga giro.
Nasi-ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan barang ribawi lainnya.
Riba nasi-ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian. Jadi untung (* al ghunmu*) muncul tanpa adanya resiko (*al ghurmi*), hasil usaha (*al kharaj*) muncul tanpa adanya biaya (*dhaman*); al *ghunm*u dan *al kharaj* muncul hanya dengan berjalannya waktu.
Padahal bisnis selalu ada kemungkinan untung dan rugi. Memastikan sesuatu di luar kewenangan manusia adalah bentuk kedzaliman
(*QS.Al Hasyr: 18* dan *QS Luqman: 34*).Pertukaran kewajiban menanggung beban ini dapat menimbulkan tindakan dzalim tidak
hanya kedua pihak yang melakukan transaksi tetapi juga pihak di luar mereka. Dalam perbankan konvensional, riba nasi-ah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit, bunga deposito, bunga tabungan, dan giro.

Riba Jahiliyah (3)
Riba Jahiliyah adalah hutang yang dibayar melebihi produk pinjaman, karena peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada
waktu yang telah ditetapkan. Riba Jahiliyah ditemui dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit. Riba Jahiliyah dilarang karena pelanggaran kaidah "Kullu Qardin Jarra Manfa ah Fahuwa Riba" (setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba).
Dari segi penundaan waktu penyerahannya, riba jahiliyah tergolong Riba Nasi-ah, dari segi kesamaan objek yang dipertukarkan, tergolong
Riba Fadl. Tafsir Qurthuby menjelaskan: "Pada jaman jahiliyah para kreditur, apabila hutang sudah jatuh tempo, akan berkata kepada debitur: "Lunaskan hutang anda sekarang, atau anda tunda pembayaran itu dengan tambahan". Maka pihak debitur harus menambah jumlah kewajiban pembayaran hutangnya dan kreditur menunggu waktu pembayaran kewajiban tersebut sesuai ketentuan baru.
(Tafsir Qurthubi, 2/1157).
Dalam perbankan konvensional, riba jahiliyah dapat ditemui dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit.
Sumber : ekonomisyariah.org



Baca Selengkapnya.......

Rabu, 18 Februari 2009

Paradigma Ilmu dalam Wawasan Islam

KHUSNUL AMIN*)
Manusia diciptakan dengan akal, budi, fikiran, cipta rasa, karsa dan karya, untuk menjadi khalifah di muka bumi. Tugas pokoknya adalah mengurus alam semesta yang
diciptakan Tuhan dengan begitu luas. Untuk menguasai dan mengungkap rahasia alam ini, manusia perlu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) agar tidak terjerumus dalam sebuah lubang kesombongan dan arogansi intelektual.
Dalam Alquran, kata ‘ilmu’ terulang 854 kali yang menandakan besarnya perhatian Islam terhadap iptek. Kelompok materialisme menganggap sumber ilmu hanya pada materi yang dapat dijangkau oleh indera atau hal lain yang dapat ditangkap oleh akal. Sedang dalam Islam, sumber iptek terdiri atas materi dan juga akal sehingga manusia mampu menyingkap rahasia alam sebagai bukti paling akurat akan adanya Tuhan.
Sejarah mencatat iptek pada zaman modern ini berkembang seiring dengan penurunan daya dukung pada lingkungan. Maka yang terjadi adalah ketimpangan lingkungan dalam bentuk kekeringan, tanah longsor, dan pencemaran akibat perilaku yang tidak selaras. Bila pemanfaatan dan populasi yang dapat didukung oleh lingkungan tersebut telah melewati batas kemampuan, maka akan terjadi bentuk ketimpangan.
Manusia harus menyadari bahwa potensi sumber daya alam ini akan habis untuk pemenuhan kebutuhan manusia apabila tidak dijaga keseimbangannya. Dalam kaitannya dengan tanggung jawab yang dipikulnya, manusia diberikan keistemawaan berupa kebebasan untuk memilih dan berkreasi sekaligus menghadapkanya dengan tuntunan kodratnya sebagai makhluk psikofisik.
Ernest Haeckel menyebutkan interaksi manusia dengan lingkunganya secara sederhana disebut Ekologi. Dalam konsep ekologi lingkungan dibedakan atas biotik dan abiotik. Sedang pada konsep ekologi manusia ada lingkungan alam, sosial dan budaya. Dampak penerapan sains terhadap lingkungan, yaitu adanya pertumbuhan dan perkembangan persebaran penduduk dunia dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya, telah membawa dampak positif yaitu: sebagai peningkatan kemakmuran serta kesejahteraan pada umumnya dari pengolahan dan pemanfaatan sumber daya lingkungan.
Adapun dampak negatif berupa :
perusakan lingkungan, seperti erosi, kekeringan, pencemaran, dan lain sebagainya.
Dalam ranah pengetahuan Qalbu (hati) sebagai Objek sains adalah Alhaqq (kebenaran), adapun ranah penegetahuan ‘Aqli (akal) objeknya adalah ‘Anfus (diri sendiri), dan yang terakhir adalah ranah Nafsi (ketrampilan psikomotor) yang mempunyai objek ‘Afaq (cakrawala-cakrawala). Allah berfirman yang artinya “nanti akan kami perlihatkan pada mereka ayat-ayat kami di cakrawala-cakrawal (al-afaq) dan di dalam diri mereka teranglah bagi mereka kebenaran itu….”.(QS. Fushilat: 53).
Dalam pandangan Islam, ilmu yang diterapkan atau teknologi adalah untuk mensyukuri nikmat-Nya yang berupa ilmu yang diajarkan pada orang yang mau membaca tanda-tandanya. Jadi tasykir adalah konsekwensi dari ta’lim. Sedangkan tujuan akhir dari tasykir, yang juga merupakan fondasi dari ta’lim itu, adalah tauhid. Tauhid sebagai sasaranya adalah agama, ta’lim tujuanya adalah sains, dan tasykir adalah teknologi.
Dalam sebuah buku yang membahas lebih khusus tentang Islam dalam ilmu terapan menunjukkan manfaat ilmu pengetahuan sangat komplek dan strategis, yaitu :
a. menunjukkan kebenaran
b. mengenal kebaikan
c. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan
d. meningkatkan harkat dan martabat manusia
e. menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban
f. meningkatkan rasa percaya diri
g. meningkatkan produktifitas kerja
h. memperoleh amal jariah bila diamalkan
i. memiliki keunggulan hidup dunia dan akhirat.

*) Pengajar Ekskul BTQ MTs Muhammadiyah I Malang
sumber : "http://koranpendidikan.com/
Baca Selengkapnya.......

Kamis, 08 Januari 2009

Antara Realita dan Idealisme


Firman Allah SWT, yang artinya:
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya.”
(QS. 22/ Al-Hajj: 8)

Kondisi nyata pendidikan dan perekonomian mayoritas umat Islam, saat ini, berada pada tingkat yang sangat rendah. Menurut Prof. A. Qodri Azizy, Ph.D dalam bukunya “Membangun Fondasi Ekonomi Umat” (2004), beberapa faktor penyebab hal tersebut, terutama, adalah kesalahan pemahaman dan penafsiran terhadap ajaran Islam. Ajaran dalam praktek, yang biasanya diyakini oleh mayoritas umat Islam, tidak menyentuh tuntutan kemajuan ekonomi di dunia, karena ajaran yang mereka terima dari para mubaligh dan ustadz, kadang-kadang, kontradiktif dengan ideal ajaran Islam. Hal ini juga disebabkan, oleh adanya paradigma yang menyatakan bahwa Ilmu Agama terpisah dari Ilmu Umum, sehingga pemahaman umat terhadap agama tidak menyentuh ke dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang dirasakan semakin jauh dari nilai-nilai keagamaan.
Semangat ideal ajaran Islam, pada hakekatnya mengajak untuk kemajuan, prestasi, kompetisi sehat, dan kemampuan memberikan rahmat untuk alam semesta (QS. Al-Anbiya’/ 21:107) serta melepaskan manusia dari dunia yang gelap dan sesat menuju dunia terang (QS. Al-Ahzab/ 33:43) dan pada intinya ajaran Islam merupakan petunjuk bagi manusia (QS. Al-Baqarah/ 2:185) yang dapat diartikan bahwa ajaran Islam itu berlaku secara komprehensif dan universal. Namun dalam realita, ajaran Islam diterima dan diartikan sebagai ajaran-ajaran yang pada intinya menjauhkan diri dari hiruk pikuk keduniaan dan memfokuskan ibadah hanya semata-mata kepada akhirat, sehingga pemaknaan dan pemahamannya menjadi penghambat kemajuan keduniaan, dan akhirnya menyebabkan kontradiktif antara semangat ajaran motivasi Islam yang menyuruh umatnya makmur di dunia dan jaya di akhirat dengan realita umat yang terbelakang dalam berbagai aspek.

Beberapa praktek terhadap ajaran motivasi Islam yang dipahami dengan keliru di tengah-tengah umat Islam, antara lain, seperti istilah “sabar”, “qana’ah” (sikap menerima), “tawakkal” (sikap pasrah), “insya Allah” (jika Allah menghendaki), “zuhud” (anti keduniaan), dan sejenisnya. Istilah-istilah ini dalam pemahaman sehari-hari sering dijadikan landasan hidup, seolah memberikan justifikasi kepada umat Islam terhadap apa yang dilakukan dengan konotasi yang negatif, yakni lamban, terbelakang, kemalasan, dan semacamnya. Padahal arti yang sebenarnya harus berkonotasi positif, tidak menghambat kemajuan ekonomi dan perkembangnnya, sebagaimana yang diuraikan berikut ini.

(a). Sabar mengandung arti proses menuju keberhasilan yang tidak mengenal kegagalan, karena disertai sikap tangguh, pantang menyerah, teliti, tabah, dan tidak mudah putus asa, namun pemahaman yang terjadi pada umat adalah sabar dianggap sebagai sikap yang tidak cepat-cepat dan perlahan, sehingga identik dengan lamban.

(b). Qana’ah mengandung arti sikap yang jujur untuk menerima hasil sesuai dengan kerjanya, tidak serakah, tidak menuntut hasil yang lebih dengan kualitas kerja yang rendah, tidak iri dan dengki, tidak menghayal di luar kemampuannya, atau dengan kata lain qana’ah berarti produktivitas yang dihasilkan sesuai dengan kemampuan dan tingkat kerja yang dilakukan, tetapi dalam pemahaman umat, qana’ah dipahami sebagai sikap menerima apa adanya dan berkonotasi mudah menyerah, sehingga tuntutan untuk kemajuan dianggap sebagai hal yang tidak perlu.

(c). Tawakkal mengandung arti sikap akhir setelah bekerja dan berusaha keras secara maksimal dan dilakukan berulangkali dengan menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah, tetapi dalam pemahaman yang terjadi adalah sikap yang menyerahkan diri dan cita-cita kepada keadaan tanpa perlu adanya suatu usaha maksimal atau sikap fatalis.

(d). Insya Allah mengandung arti kesanggupan seseorang memenuhi janji secara serius dan hanya alasan di luar kekuasaan dirinya yang dapat membatalkan janji tersebut, tetapi dalam pemahaman dan pengamalannya terdapat kekeliruan besar terhadap perkataan insya Allah tersebut, yakni dijadikan alat untuk menghindari atau mengelakkan janji di balik nama Allah.

(e). Zuhud, mengandung arti meninggalkan hal-hal yang menyebabkan jauh dari Allah atau dipahami sebagai anti keserakahan, namun yang terjadi dalam praktek dipahami sebagai anti keduniaan atau anti harta. Menurut Yusuf al Qardhawi (1977) hadits-hadits yang memuji sikap zuhud bukan berarti memuji kemiskinan, tetapi berarti memiliki sesuatu dan menggunakannya secara sederhana. Orang zahid adalah mereka yang memiliki dunia dengan meletakkannya di tangan bukan di dalam hati. Menurut ajaran Islam, kekayaan adalah nikmat dan anugerah Allah SWT yang harus disyukuri, dan kemiskinan adalah masalah bahkan musibah yang harus dilenyapkan, serta tidak ada satu pun ayat Al Quran yang memuji kemiskinan dan tidak ada sebaris hadits sahih yang memujanya.

Al Qur’an dalam berbagai ayatnya, antara lain pada Surah Al-Jumu’ah ayat 10, dinyatakan bahwa setelah ditunaikannya shalat, maka bertebaranlah mencari karunia Allah. Hal ini menunjukkan bahwa Islam menghendaki adanya etos kerja yang tinggi bagi umatnya dalam memenuhi keinginannya, bukan semata-mata hanya dengan berdoa. Bahkan dalam sebuah hadist dikemukakan bahwa derajat seorang yang bekerja keras untuk menghidupi keluarganya lebih tinggi daripada seseorang yang hanya mengahbiskan waktunya berzikir di masjid tanpa melakukan pekerjaan apapun. Namun dalam realita yang terjadi, seolah-olah Islam mengajarkan kebalikannya.

Kesalahpahaman terhadap beberapa ajaran motivasi Islam tersebut, dinilai para ahli sebagai hal yang membawa kemunduran dalam kehidupan umat Islam. Menurut Umer Chapra (2001) kemunduran umat Islam dimulai sejak abad ke 12 ditandai dengan kemerosoatan moralitas, hilangnya dinamika dalam Islam setelah munculnya dogmatisme dan kekakuan berfikir, kemunduran dalam aktivitas intelektual dan keilmuan, pemberontakan- pemberontakan lokal dan perpecahan di antara umat, peperangan dan serangan dari pihak luar, terciptanya ketidakseimbangan keuangan dan kehilangan rasa aman terhadap kehidupan dan kekayaan, dan faktor-faktor lainnya yang mencapai puncaknya pada abad ke 16 pada masa Dinasti Mamluk Ciscassiyah yang penuh korupsi sehingga mempercepat proses kemunduran tersebut.

Kemajuan dan kemunduran yang dialami oleh umat Islam itu, bukanlah seperti sebuah garis lurus, tetapi naik-turun dan berlangsung beberapa abad lamanya. Berbagai upaya dan usaha telah dilakukan guna menghentikan kemunduran itu, namun karena sebab utama tetap ada, maka kemerosotan terus berlangsung hingga saat ini. Faktor utama untuk menghindari kemunduran tersebut adalah dengan kembali kepada ajaran Islam yang sesungguhnya yang berorientasi kepada falah oriented , yakni menuju kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Tugas ini adalah tugas kita semua secara bersama-sama sebagai umat Muslim yang peduli terhadap keluarga kita umat Islam di seluruh jagad raya agar tidak tertinggal dan dapat “duduk sama rendah berdiri sama tinggi” dengan umat lainnya di muka bumi ini. Dan, terakhir, perlu kita sadari, bahwa Rasullullah telah memberikan tauladan terhadap prinsip-prinsip kehidupan yang dapat kita jalankan dalam kehidupan kita semua hingga akhir masa menjelang.

Firman Allah SWT:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS.33/ Al-Ahzab: 21)


Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)
sumber: www.fui.or.id
Baca Selengkapnya.......

Rabu, 17 Desember 2008

MUI tidak berencana mengeluarkan fatwa Yoga

JAKARTA, RABU - Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat ini tidak berencana mengeluarkan fatwa mengenai
larangan Yoga yang ada di Indonesia. Selain dianggap tidak ada unsur agama, yoga memang diakui berguna untuk kesehatan.

"Yoga yang ada di Indonesia biasa-biasa saja. MUI harus mengklarifikasi karena ada tekanan dari masyarakat," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) H Amidhan di Jakarta, Rabu (17/12).

Dia mengatakan, senam yoga yang dilakukan di Indonesia berbeda dengan yang di Malaysia. Yoga di Malaysia dilarang sebab memang diakui menggunakan mantra-mantra yang sebenarnya di gunakan pada sebuah agama. Tapi di Indonesia, yoga murni merupakan olah raga.

Namun, MUI juga tidak hanya percaya begitu saja karena terus melakukan klarifikasi khususnya jika ada laporan dari masyarakat. Selain itu, yoga juga akan menjadi bahasan yang akan dibawa di musyawarah besar MUI. "Hasilnya dapat diketahui setelah musyawarah Besar MUI Januari 2009

sumber : Kompas.com
Baca Selengkapnya.......

Senin, 24 November 2008

Thomas Webber Menemukan Kebenaran Islam ketika Islam disebut Agama Teroris

Tahun 2001, terjadilah serangan 11 September ke gedung kembar World Trade Center di
New York yang membuatnya hampir tak percaya menyaksikan tragedi itu. Namun ramainya pemberitaan tentang peristiwa kelabu itu sama sekali tidak terlalu mempengaruhi kehidupannya. Perhatiannya mulai terusik ketika laporan-laporan tentang serangan itu mulai menyebut-sebut tentang teroris Islam, tindakan balasan terhadap Muslim dan dilanjutkan dengan laporan-laporan tentang serangan ke Afghanistan lalu ke Irak. Webber mulai mempertanyakan semua itu dan tergerak untuk mencari kebenaran tentang Islam.

“Saya tidak begitu saja percaya bahwa orang-orang Islam bisa menjadi teroris yang hanya bisa membunuh dan menimbulkan kebencian. Bagi saya itu sangat aneh, sehingga saya mengabaikannya. Tapi mungkin ini adalah saat ketika saya untuk pertama kalinya benar-benar merasa ingin untuk belajar agama,” kata Webber.

Di tahun keenam masa kuliahnya, Webber berkenalan dengan seorang Muslim. Dari sahabat Muslimnya itulah Webber menemukan menemukan bukti yang jelas dan nyata bahwa orang-orang Muslim adalah seperti penganut-penganut agama lain pada umumnya, dan bukan orang-orang yang brengsek dan hanya bisa melakukan kekerasan.

Sejak itu, Webber mulai serius belajar Islam. Ia diam-diam menggali berbagai informasi tentang Islam dari internet. Ia melakukannya saat sedang seorang diri, karena Webber mengaku belum siap jika ada orang yang melihatnya atau berpikir Webber sedangn mempertimbangkan masuk agama tertentu, apalagi memilih agama Islam. Tapi Webber meyakini apa yang ia baca tentang Islam, meski ia sedikit mengalami kebingungan yang membuat perjalanannya menuju Islam agak tersendat.

Pada suatu saat di Musim Panas, Webber merasa bahwa ia sudah hampir mantap untuk memilih Islam, meski masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang berseliweran di kepalanya dan ia tidak punya tempat untuk bertanya. Untunglah sahabat Muslimnya menelponnya dan butuh berjam-jam buat Webber untuk mengatakan bahwa ia bantuan sahabatnya itu.

Akhirnya, Webber berani mengatakan bahwa ia masih bingung tentang agama. Saat itu Webber masih belum mau mengatakan bahwa ia ingin masuk Islam sampai ia benar-benar yakin bahwa ia harus menjadi seorang Muslim.

Kesempatan itu akhirnya datang juga. Di ulangtahunnya yang ke-20 Webber memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, beberapa hari sebelum ia berangkat ke London untuk menghadiri Konferensi ”Global Peace and Unity”.

”Malamnya, saya berusaha tidur tapi yang terdengar di telinga saya hanya suara adzan. Itulah saat-saat terindah yang pernah saya rasakan,” tukas Webber menceritakan betapa gelisahnya ia menunggu detik-detik bersejarah dalam hidupnya, mengucapkan dua kalimat syahadat.

Setelah menjadi seorang Muslim, Webber masih harus berjuang keras agar ia bisa diterima oleh keluarganya. Perjuangannya tak sia-sia, karena keluarga sekarang sudah menerimanya menjadi seorang Muslim. Tapi perjalanan Webber sebagai mualaf masih panjang.

”Sekarang saya masih belajar hadist dan alQuran dan hal-hal lainnya tentang Islam,” tandas Webber. (ln/iol)

Sumber:eramuslim.com

Baca Selengkapnya.......

Kamis, 06 November 2008

Keinginan .....

Saya ingin anak saya sekolah tinggi.
Tersebutlah seorang ayah

yang memiliki 4 orang anak yang memiliki profesi sebagai kuli bangunan. Sehari-hari pekerjaan tidak jauh dari tembok basah yang kotor ditengah terik matahari. Namun itulah yang dijalani sebab belum ada cara lain untuk menafkahi istri dan keempat anaknya. Niatnya tentu ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, tetapi bagaimana bisa dengan pendidikan yang hanya sekolah dasar hanya bisa untuk pekerjaan kasar.

Suatu waktu ada pekerjaan membangun sebuah rumah yang dekat dengan SMA. Tentu saja anak-anak sekolah sering kali terlihat saat masuk kelas, keluar kelas, atau kegiatan di luar kelas seperti bermain bola basket. Sang Ayah sering mengamati anak-anak sekolah tersebut sehingga munculah pertanyaan di dalam hatinya, “apakah anak-anaku bisa sekolah seperti mereka?”

Pertanyaan tersebut terus diingat. Setiap langkahnya selalu diiringi oleh pertanyaan tersebut, bisakah anak-anaku sekolah tinggi? Bisakah mereka sekolah lebih tinggi dariku? Bisakah mereka memiliki kehidupan yang lebih baik dariku? Saking mendalamnya, dalam setiap perbincangan pun sering kali cita-cita mulia ini tercetus ke dalam mulutnya.

Seperti biasa, komentar positif dan negatif muncul. Ada yang mendukung ada juga yang pesimis. Bukannya mendukung malah mematahkan motivasi sang ayah.

“Jangan memaksakan diri, terima aja apa adanya”.
“Kenapa harus susah payah? Dengan pendidikan seperti ini pun kita masih bisa hidup?” kata salah seorang saudaranya yang sama-sama seorang kuli bangunan dan juga berpendidikan lebih rendah.

Namun sang Ayah memiliki tekad yang kuat. Biarlah banyak orang yang mengatakan sesuatu tidak mungkin, sebab yang menentukan ialah Allah. Jika Allah menghendaki, maka segala sesuatu akan terjadi, tidak ada yang tidak mungkin. “Laa haula wa la quwwata illa billah” inilah kalimat yang selalu menjadi pegangan dalam upayanya meraih cita-citanya.

Waktu pun dilalui dengan kerja keras, tidak pernah menyerah, dan berserah diri kepada Allah saat menemui kesulitan. Alhamdulillah karirnya di dunia bangunan ada peningkatan. Mungkin, naiknya karir ini akibat memiliki motivasi yang sangat tinggi sehingga bekerja dengan penuh dedikasi. Dari mulai seorang helper, kemudian menjadi tukang (ahli), dan akhirnya menjadi seorang mandor dan pemborong. Saat itu anak terbesar sudah menginjak bangku SMA.

Namun Allah menghendaki hal yang lain, manajemen tempatnya bekerjanya mengalami rotasi kepemimpinan. Pemimpin yang baru mengeluarkan berbagai kebijakan yang sangat menekan bawahannya sehingga akhirnya sang Ayah mengundurkan diri. Beralih membangun sebuah bisnis yang tidak bertahan lama sebab ditipu oleh mitra kerjanya. Kehidupan pun kembali sulit, padahal saat itu anak-anaknya sudah menginjak bangku kuliah.

Namun sulitnya hidup tetap dijalani dengan tetap bekerja keras dan banyak berdoa. Tahajudnya rajin sekali. Waktu malam sering kali dihabiskan oleh berdzikir dan berdoa. Waktu siang, tetap bekerja keras ditengah tenaga yang mulai berkurang serta kesehatan yang mulai terganggu. Namun semuanya dijalani dengan teguh dan tetap memegang kalimat “Laa haula wa la quwwata illa billah”. Semuanya tidak sia-sia. Cita-citanya tercapai. Semua anaknya mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Bahkan tiga dari empat anaknya mengenyam bangku kuliah.

Meski sang ayah saat kini sudah tiada, tetapi meninggalkan sebuah warisan yang tidak akan pernah habis bagi anak-anaknya. Bukan harta, sebab hartanya habis untuk menyekolahkan anak-anaknya tetapi sebuah pelajaran akan keteguhan dalam meraih cita-cita.

Jangan pernah menyerah!

sumber : www.motivasi-islami.com
Baca Selengkapnya.......

Sabtu, 01 November 2008

Untuk Direnungkan....!

Betapa besarnya nilai uang kertas senilai Rp.100.000 apabila dibawa ke masjid untuk disumbangkan tetapi
betapa kecilnya kalau dibawa ke Mall untuk dibelanjakan!

Betapa lamanya melayani Allah selama lima belas menit namun betapa singkatnya kalau kita melihat film.
betapa sulitnya untuk mencari kata-kata ketika berdoa (spontan) namun betapa mudahnya kalau mengobrol atau bergosip dengan pacar / teman tanpa harus berpikir panjang-panjang.

Betapa asyiknya apabila pertandingan bola diperpanjang waktunya ekstra namun kita mengeluh ketika khotbah di masjid lebih lama sedikit daripada biasa. Betapa sulitnya untuk membaca satu lembar Al-qur’an tapi betapa mudahnya membaca 100 halaman dari novel yang laris.

Betapa getolnya orang untuk duduk di depan dalam pertandingan atau konser namun lebih senang berada di saf paling belakang ketika berada di Masjid

Betapa Mudahnya membuat 40 tahun dosa demi memuaskan nafsu birahi semata, namun alangkah sulitnya ketika menahan nafsu selama 30 hari ketika berpuasa.

Betapa sulitnya untuk menyediakan waktu untuk sholat 5 waktu; namun betapa mudahnya menyesuaikan waktu dalam sekejap pada saatterakhir untuk event yangmenyenangkan.

Betapa sulitnya untuk mempelajari arti yang terkandung di dalam al qur’an; namun betapa mudahnya untuk mengulang-ulangi gosip yang sama kepada orang lain.

Betapa mudahnya kita mempercayai apa yang dikatakan oleh koran namun betapa kita meragukan apa yang dikatakan oleh Kitab Suci AlQuran.

Betapa setiap orang ingin masuk sorga seandainya tidak perlu untuk percaya atau berpikir,atau mengatakan apa-apa,atau berbuat apa-apa.

sumber : www.motivasi.web.id

Baca Selengkapnya.......